Memahami Manusia
Manusia itu sederhana yang rumit atau malah rumit yang sederhana?
Pertanyaan itu yang sering saya tanyakan dalam diri saya akhir-akhir ini. Saya banyak sekali menemukan pertanyaan mengenai hal tersebut yang sedikit sulit untuk ditemukan jawaban-jawabannya.
Terkadang orang dengan cepat menilai orang lain tanpa tahu sudut pandang dia seperti apa, tanpa bertanya maksud dan alasan dia begini dan begitu karena apa, tanpa mau mencoba bertanya terlebih dahulu seperti apa cerita di dalamnya. Tanpa tahu pula bahwa yang dia jawab seketika itu juga adalah bukan jawaban yang benar, karena cukuplah kalimat ini yang membenarkan segalanya.
"Orang tidak pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya, hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya, "
Harper Lee dalam 'To Kill a Mockingbird'
Saya rasa manusia itu sebetulnya sederhana namun entah mengapa segalanya bisa menjadi serumit itu. Saya seringkali menilai orang lain dengan bagaimana dia berbicara, bertingkah laku, dsb. Namun, saya mengerti betul bahwa apa yang saya nilai adalah hanya dari luarnya saja dan tidak tahu persis bagaimana dia jauh di dalam dirinya. Hal ini juga berlaku untuk orang lain terhadap saya. Saya tidak tahu bagaimana orang lain menilai saya, tapi yang saya sadari sepenuhnya adalah saya telah mencoba berbicara, berperilaku selayaknya saya menjalani peran saya sebagai manusia. Semua itu adalah hakikat mutlak yang saya rasa terjadi dalam lingkaran sosial manusia.
Manusia adalah sederhana yang rumit. Karena segala permasalahan yang ada menurut saya timbul karena pribadi 'mereka' sendiri yang saya rasa bermasalah. Salah satu permisalannya adalah saya akui bahwa begitu sulitnya merangkai kata-kata yang tidak melukai orang lain ketika ingin mengutarakan perasaan kesal dengan seseorang, sehingga berakhir pada pembicaraan di belakang yang bahkan tidak ada ujung akarnya.
Orang yang dibicarakan bahkan tidak pernah mengerti permasalahan yang sedang dibicarakan, sedang kita manusia yang terus-menerus merasa bahwa permasalahan tersebut justru semakin klimaks dari hari ke hari. Sebetulnya ini adalah jawaban daripada larangan untuk bergunjing dalam agama Islam. Untuk apa dibicarakan di belakang apabila orang tersebut justru tidak pernah tahu, tidak pernah paham, dan tidak pernah sadar atas kesalahannya? Bukankah dibicarakan secara langsung secara empat mata akan lebih menguntungkan kedua pihak? Permasalahannya adalah sulitnya merangkai kata-kata, gengsi, takut, dan hal-hal lainnya yang bisa disimpulkan dalam satu kata, yaitu 'komunikasi'.
Begitu rumitnya manusia yang jelas-jelas bisa sangat sederhana. Semua hal di atas adalah hanya satu contoh dari sekian rumit yang sebenarnya bisa menjadi sederhana dari 'manusia' dan berlaku juga bagi saya yang juga manusia. Saya benar-benar terganggu akan semua hal itu, karena sampai detik ini juga saya masih merasakan hal-hal yang sama dengan apa yang saya utarakan di atas dan tidak mengindahkan atau memaksimalkan bentuk dari sebuah komunikasi yang juga sudah saya sebutkan.
Bagaimana manusia mau mencoba mendengarkan, memahami, mencari tahu, merendahkan ego, dan hal-hal lainnya adalah juga merupakan sekian cara agar tidak banyak permasalahan yang terjadi di antara lingkaran sosial manusia itu sendiri. Namun, segala hal itu memang sulit diciptakan karena manusia pada hakikatnya tercipta untuk memiliki emosi yang masing-masing diolah dengan cara yang berbeda.
Bagaimana manusia mau mencoba mendengarkan, memahami, mencari tahu, merendahkan ego, dan hal-hal lainnya adalah juga merupakan sekian cara agar tidak banyak permasalahan yang terjadi di antara lingkaran sosial manusia itu sendiri. Namun, segala hal itu memang sulit diciptakan karena manusia pada hakikatnya tercipta untuk memiliki emosi yang masing-masing diolah dengan cara yang berbeda.
Saya tidak bermaksud menyalahkan atau bagaimana pandangan pembaca tentang topik ini. Namun, saya bermaksud mengajak untuk kita sebagai sesama manusia mulai mencoba memahami sudut pandang dan perspektif orang lain, mencoba untuk merendahkan ego kita atas segala hal yang kita rasa telah benar, namun kita tidak pernah mengetahui kebenarannya. Karena, sekali lagi perspektif dan sudut pandang adalah beragam dan tugas kita adalah mencoba memahami itu semampu kita. Seperti halnya tulisan di atas yang merupakan salah satu tulisan dari Kurniawan Gunadi mengenai hal-hal yang menjadi salah satu alasan saya menulis topik ini. Mari kita intropeksi diri secara berkala, apakah ada yang salah dari diri kita sebelum selanjutnya kita menilai orang lain.
Komentar
Posting Komentar