5 Stages of Grief: Sebuah Usaha Mengenal Kesedihan
Kalau membicarakan tentang kesedihan, rasanya hati kayak gamang, hampa, kosong, dan bingung mau seperti apa nanti kehidupan ke depan. Agak terdengar berlebihan mungkin, tapi kalau lagi sedih banget rasanya tuh kayak diri ini nggak mampu untuk melanjutkan hidup. Kesedihan bisa terjadi karena berbagai hal. Kesedihan juga sangat mungkin terjadi secara tiba-tiba. Misalnya, kesedihan karena gagal meraih sesuatu yang dicita-citakan atau sedih karena ditinggalkan oleh seseorang dengan berbagai alasannya, dsb.
Dalam beberapa waktu terakhir saat merasakan kesedihan ini, saya iseng berselancar di gugel dan menemukan sebuah bacaan menarik tentang Five Stages of Grief. Ternyata, ada juga ya teori psikologi yang membahas kasus tentang perasaan sedih ini. Biasanya orang-orang kalau lagi bersedih tuh ya sedih aja kan ya? Tapi, setelah membaca dan mencoba memahami tahapan-tahapan kesedihan ini, saya merasa lebih mengetahui apa yang harus saya lakukan. Sedikit demi sedikit kemudian saya memahami kondisi apa yang sedang saya rasakan dan bagaimana cara saya merespon perasaan-perasaan tersebut.
![]() |
| Elisabeth Kübler-Ross |
![]() |
| David Kessler |
Sebelum muncul teori Five Stages of Grief yang saya bahas di atas, Elisabeth Kübler-Ross, seorang psikiater asal Swiss mengemukakan gagasan The Five Stages of Death dalam bukunya "On Death and Dying" pada tahun 1969. Setelah bertahun-tahun, Elisabeth Kübler-Ross bersama David Kessler kemudian menulis buku yang berjudul "On Grief and Grieving" dan memperluas teori yang membahas tentang Five Stages of Grief. Menurut Elisabeth dan David, Five Stages of Grief atau Lima Tahap Kesedihan terdiri dari fase denial (penolakan), anger (kemarahan), bargaining (tawar-menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan). Kelima tahapan itu merupakan fase yang bertujuan untuk membantu seseorang membingkai dan mengidentifikasi kesedihan yang dialami. Dalam teori ini, kita perlu memahami bahwa setiap orang memiliki fase yang berbeda, karena setiap orang memiliki 'waktu kesedihan' masing-masing. Teori mereka ini tidaklah menjelaskan bahwa kelima fase ini harus terjadi secara berurutan atau terjadi dalam suatu garis lurus (linear). Melainkan, bisa saja seseorang hanya mengalami dua dari lima fase berduka tersebut atau bahkan kelima fase dalam waktu yang bersamaan. Bahkan sebenarnya tidak ada cara yang "benar" untuk mengalami kesedihan. Jika dibedah lagi kelima fase ini bisa dideskripsikan sebagai berikut.
![]() |
| 5 Stages of Grief |
Denial adalah keadaan di mana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah sebuah kesalahan. Banyak pertanyaan yang terus dipertanyakan tentang kesedihan yang dialami. Mengapa begini dan begitu? Apa salah saya? dsb. Seseorang akan cenderung merasa bahwa hal yang dilakukan tidak ada artinya dan bahkan muncul penyesalan mengapa hal-hal yang berlalu harus terjadi. Pada fase ini seseorang biasanya menjadi mati rasa dan bingung apakah bisa terus maju dan melewatinya atau tidak. Fase ini membantu seseorang bertahan dari sebuah kehilangan. Penolakan sendiri membantu seseorang mengatur perasaan sedih dan tanpa sadar secara berangsur-angsur akan menerima dan memulai proses penyembuhan. Meskipun tidak menutup kemungkinan semua perasaan yang disangkal kembali muncul ke permukaan, namun bagaimanapun itulah proses kesedihan.
Anger sendiri adalah sebuah fase yang sangat wajar dirasakan oleh seseorang yang mengalami kesedihan, apalagi ketika kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat dicintainya. Seseorang akan cenderung menyalahkan orang lain dan melampiaskannya ke orang-orang sekitar. Merasakan tahap kemarahan ini sangat membantu untuk menghilangkan perasaan sedih. Namun, jangan melupakan fakta bahwa kemarahan tidak ada batasnya, maka seseorang perlu mengendalikannya. Karena, tidak ada cara untuk mengubah apa yang terjadi di masa lalu, namun setiap orang memiliki kendali atas pilihan yang dibuat di masa depan.
Bargaining merupakan fase saat seseorang menginginkan dan memohon agar keberadaan atau sesuatu yang hilang bisa kembali lagi. Seseorang akan berandai-andai jika begini dan begitu yang membuat seseorang gamang dan labil untuk bisa mengubah keadaan seketika. Kata "seandainya saja" bisa menyebabkan seseorang mencari-cari kesalahan pada diri sendiri. Namun, hal ini juga sangat membantu untuk seseorang bisa memikirkan dan menemukan kembali alasan yang jelas sehingga bisa mencari jalan keluar dari perasaan sedih.
Depression adalah sebuah fase yang mungkin bisa dirasakan dalam jangka waktu yang lama atau bahkan selamanya. Depresi sendiri bukanlah gejala yang mengarah pada penyakit mental, melainkan sebuah respon terhadap suatu kehilangan yang besar bagi seseorang dan ini sangat normal. Jika tidak mengalami depresi setelah kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintai justru merupakan hal yang tidak biasa. Kalau menurut Elisabeth dan David, "If grief is a process of healing, then depression is one of the many necessary steps along the way." Ketika seseorang bisa merasakan perasaan sedih yang teramat sangat, bisa jadi dia sudah mulai menerima dan tidak lagi menyangkal atau menawar.
Acceptance seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang mengarah pada keadaan "baik-baik saja" atas apa yang telah terjadi. Kita perlu memahami bahwa kebanyakan orang tidak pernah merasa baik-baik saja sepenuhnya karena kehilangan. Penerimaan sendiri adalah fase menerima kenyataan bahwa kehilangan ini memang benar adanya dan nyata terjadi. Faktanya, tidak ada orang yang menyukai kenyataan mereka telah kehilangan dan menjadikannya sebagai sesuatu yang baik-baik saja, namun pada akhirnya mereka bisa menerima dan menghadapinya. Fase penerimaan sangat sulit dirasakan namun seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit perasaan sadar bahwa untuk mempertahankan masa lalu secara utuh adalah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Maka, seseorang harus hidup untuk sekarang dan menjalani apa yang bisa dijalani. "We begin to live again, but we cannot do so until we have given grief its time", Elisabeth dan David.
Mengetahui dan memahami apa yang dirasakan diri sendiri saat mengalami kesedihan membantu kita tahu bagaimana cara kita merespon perasaan tersebut. Penting juga untuk kita mengetahui bahwa suatu kesedihan tidak memiliki batasan yang jelas. Proses penyembuhan atas kesedihan ini tidak perlu terburu-buru untuk dilakukan, yang terpenting adalah tidak berlarut-larut atau berlebihan. Karena kalau kata mas Tulus, "sedihku, sedihmu sementara." Ada satu kutipan menarik yang saya baca dari blog Psychology Today berjudul The 5 Stages of Grieving the End of a Relationship yang ditulis oleh Jennifer Kromberg PsyD, "Grieving is like digestion: There is nothing you can do to hurry it along. It takes time and the only thing you can do is try to get through it. But take heart in the fact that this, like everything else, will eventually pass." You'll get over it because this too shall pass lah ya.
Last but not least, saya akhiri dengan potongan lirik lagu The Overtunes, "...even the smallest cut needs time to recover." Nikmatilah proses bersedih sampai kalian mendapatkan waktu di mana kalian merasa cukup atas semua hal yang terjadi, karena pada akhirnya semua akan berlalu. Hati dan diri ini pasti akan tumbuh menjadi lebih kuat lagi dan lagi selama menjalani setiap proses kesedihan itu.



.png)
Komentar
Posting Komentar