10 Paragraf dalam 10 Menit yang Mungkin Belum Rampung
Keterkejutan saya pada kenyataan hidup tak pernah beralih dan kian tumbuh menjadi pohon yang banyak sekali cabang dan daunnya.
Pertanyaan yang tak punya jawaban barang satu kata pun kian memupuk diri dan kian bertumbuh dalam kepala. Tak henti-henti diri saya bertanya pada satu, dua, bahkan seribu hal yang terasa ganjil dan terus mengganjal dalam diri saya.
Tak kuasa saya temukan jawaban-jawaban itu lantas saya temukan sebuah runtutan kata bermakna atas jawaban dari pertanyaan saya. Ialah kalimat yang mengatakan pada saya bahwa ada beberapa pertanyaan yang menolak untuk diberikan jawaban.
Tentu saya berhenti sampai di sana dan kemudian mendapati kian banyak pertanyaan tanpa jawaban itu. Ada benar pula tentu jawaban itu sudah pasti datang dan meminta untuk dipasang-pasangkan pada setiap pertanyaan yang saya ajukan pada diri sendiri. Namun, beberapa kali hati dan akal saya senantiasa bertentangan, bertolakbelakang dan tiada menemui sebuah kata yang selaras sama sekali.
Namun, kini saya memaklumi dan mencoba memafhumi bahwa segala jawaban yang senantiasa tiada bisa berpasangan pada pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan itu adalah mungkin hanya suatu pembenaran yang akal saya ciptakan agar hati tidak merasa kosong apabila tiada menemukan jawaban yang tanpa henti dicari-cari.
Saya betul memaklumi. Jawaban itu adalah mahal harganya. Karena akal saya tidak menciptakannya dengan sendiri. Barang kali, dia mencari dan memaksa masuk ke dalam diri, mengamati, dan mengais-ngais kenangan pun pengalaman untuk menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Sungguh saya bangga terhadap bagian-bagian dalam diri saya, akal, hati saya tak lain dapat bekerja secara bersamaan mencoba memaknai segala apa yang mata, telinga, mulut, tangan, kaki dan segala organ dan anggota tubuh milik saya pernah kerjakan. Manusia bisa sebut itu sebagai instropeksi diri.
Namun, bagi saya sendiri segala di atas itu mengapa saya agung-agungkan kebenarannya, karena tak semua manusia dapat merasai hal semacam itu.
Tak dapat saya pungkiri pula, sudah tentu benar saya perlu belajar lebih banyak lagi mengenai segala sesuatu yang terjadi di bumi ini. Belajar dari orang lain kebanyakan yang saya rasa mereka lebih besar daripada saya karena sudah tentu benar pula tanpa mereka diri saya yang sekarang ini bukanlah apa-apa dan tak pernah bisa belajar lebih banyak hal.
Saya akhiri tulisan yang jari, akal, hati, dan mata saya ciptakan ini dengan kalimat terima kasih kepada seluruh manusia, bahkan seluruh makhluk yang pernah saya temui dalam kurun dua kali dasawarsa saya mampir di dunia ini. Semoga kita senantiasa dapat berbuat hal-hal yang baik dan saling sebarkan banyak kebermanfaatan di alam semesta yang kita pijaki bersama.
Pertanyaan yang tak punya jawaban barang satu kata pun kian memupuk diri dan kian bertumbuh dalam kepala. Tak henti-henti diri saya bertanya pada satu, dua, bahkan seribu hal yang terasa ganjil dan terus mengganjal dalam diri saya.
Tak kuasa saya temukan jawaban-jawaban itu lantas saya temukan sebuah runtutan kata bermakna atas jawaban dari pertanyaan saya. Ialah kalimat yang mengatakan pada saya bahwa ada beberapa pertanyaan yang menolak untuk diberikan jawaban.
Tentu saya berhenti sampai di sana dan kemudian mendapati kian banyak pertanyaan tanpa jawaban itu. Ada benar pula tentu jawaban itu sudah pasti datang dan meminta untuk dipasang-pasangkan pada setiap pertanyaan yang saya ajukan pada diri sendiri. Namun, beberapa kali hati dan akal saya senantiasa bertentangan, bertolakbelakang dan tiada menemui sebuah kata yang selaras sama sekali.
Namun, kini saya memaklumi dan mencoba memafhumi bahwa segala jawaban yang senantiasa tiada bisa berpasangan pada pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan itu adalah mungkin hanya suatu pembenaran yang akal saya ciptakan agar hati tidak merasa kosong apabila tiada menemukan jawaban yang tanpa henti dicari-cari.
Saya betul memaklumi. Jawaban itu adalah mahal harganya. Karena akal saya tidak menciptakannya dengan sendiri. Barang kali, dia mencari dan memaksa masuk ke dalam diri, mengamati, dan mengais-ngais kenangan pun pengalaman untuk menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Sungguh saya bangga terhadap bagian-bagian dalam diri saya, akal, hati saya tak lain dapat bekerja secara bersamaan mencoba memaknai segala apa yang mata, telinga, mulut, tangan, kaki dan segala organ dan anggota tubuh milik saya pernah kerjakan. Manusia bisa sebut itu sebagai instropeksi diri.
Namun, bagi saya sendiri segala di atas itu mengapa saya agung-agungkan kebenarannya, karena tak semua manusia dapat merasai hal semacam itu.
Tak dapat saya pungkiri pula, sudah tentu benar saya perlu belajar lebih banyak lagi mengenai segala sesuatu yang terjadi di bumi ini. Belajar dari orang lain kebanyakan yang saya rasa mereka lebih besar daripada saya karena sudah tentu benar pula tanpa mereka diri saya yang sekarang ini bukanlah apa-apa dan tak pernah bisa belajar lebih banyak hal.
Saya akhiri tulisan yang jari, akal, hati, dan mata saya ciptakan ini dengan kalimat terima kasih kepada seluruh manusia, bahkan seluruh makhluk yang pernah saya temui dalam kurun dua kali dasawarsa saya mampir di dunia ini. Semoga kita senantiasa dapat berbuat hal-hal yang baik dan saling sebarkan banyak kebermanfaatan di alam semesta yang kita pijaki bersama.
Komentar
Posting Komentar